Karya

MIMPI YANG TERWUJUD

Rabu, 17 Januari 2024 / Karya

MIMPI YANG TERWUJUD

WIDYA PARAMITHA

Bulan dan bintang yang masih berusaha untuk menerangi malam yang semakin gulita. Seorang lelaki terduduk membisu, menatap cakrawala yang menenangkan. Kejadian yang menimpanya beberapa waktu lalu, membuat pikiran dan hatinya terasa sempit di waktu yang bersamaan. Ia menatap tubuhnya yang telah rusak, lebam, goresan, dan luka jahit yang ia punya membuatnya lelah akan keadaannya saat ini. Teriakan kesakitan menjalar ke seluruh ruangan.

“Sakit, luka kemarin masih belum sembuh, pa,” lirihnya.

“MAKANNYA, BELAJAR YANG BENER, KERJA YANG BENER, JANGAN JADI BEBAN BAGI PAPA DAN MAMAMU INI, GANENDRA,” teriakan kebencian dari papaku, selalu menusuk hatiku.

“AKU UDAH BERJUANG BUAT KELUARGA INI PA, MIMPIKU AJA PAPA LENYAPKAN, APA SIH YANG PAPA MAU DARI AKU?” teriakku meruak dari ujung ruangan. Tangisanku pecah, sakit ini tak bisa dipikul lagi. 

Ganendra, biasa dipanggil Genan. Seorang lelaki rapuh yang tak punya mimpi untuk dirajut kembali. Keadaan senyap saat ini yang dikalahkan oleh bisingnya pikiran Ganendra. Hembusan nafas berat, seakan membuang seluruh beban yang ia pikul. Merajut kembali mimpinya itu hal yang tak mungkin baginya saat ini, semuanya sudah lenyap.

***

Taman pagi itu ramai, tapi terasa sepi bagi Ganendra. Bising pikirannya membuat ia ingin memecahkan kepalanya. Ketika Ganendra sedang tenggelam pada pikirannya, ada seseorang yang menghampirinya dan duduk di sampingnya.

“Gua lihat, lo selalu kesini, siapa nama lo?” tanya lelaki itu.

“Ganendra,” jawabnya.

“Abimanyu. Lo kenapa selalu kesini? Kayak gak punya rumah aja,” sindir Abimanyu dengan gaya yang tengil.

“Sok asik, gua emang gak punya rumah.” Jawab Genan ketus.

Keadaan menjadi canggung, tak ada topik yang dibahas lagi.

“Lo ada masalah ya di rumah?” tanya Abimanyu dengan hati-hati.

“Iya, kok lo tau?” Genan menjawabnya dengan heran.

“Nebak aja sih, emang apa masalahnya?” tanya Abimanyu yang berusaha mendekatkan dirinya dengan Genan.

“Gua dari SMP selalu dipaksa buat jadi juara, lama kelamaan gua juga dipaksa kerja karena masalah ekonomi keluarga. Ortu gak peduli sama gua, yang penting duit.” Cerita Genan singkat.

Abimanyu merasa iba dengan kejadian yang Genan ceritakan. Abimanyu tak berniat melanjutkan topiknya.

“Lo ga pulang?” tanya Genan yang melihat Abimanyu tak berkutik dari tadi.

“Lah lo? Masa gua pulang lo ga pulang?” heran Abimanyu. Sebenarnya ia tak enak jika meninggalkan Genan sendiri.

“Gua ga punya rumah, lagian ngapain gua pulang? Ga ada yang nyariin juga,” jawab Genan santai.

“Gua yang nyariin lo kalau lo ga pulang, ayo ke rumah gua aja, biar ada yang nyariin lo.” Ajak Abimanyu, tujuannya supaya Genan tidak melakukan hal yang aneh.

Mereka berjalan beriringan menuju rumah Abimanyu. Sesampai di rumahnya, Abimanyu membuka pintu dan disambut hangat dengan keluarganya. Abimanyu membuka jendela untuk mengganti udara di dalam kamarnya dan membiarkan Ganendra terlelap di kamarnya.

***

Abimanyu duduk di kursi meja makan bersama keluarganya.

“Abi, itu siapa yang kamu bawa semalem?” tanya ibunya seraya menyiapkan sarapan.

“Namanya Ganendra, aku selalu ngelihat dia di taman dengan keadaan yang berbeda. Kadang dia diem, kadang luka–luka. Aku yakin dia ada masalah di rumahnya,” jelas Abimanyu supaya tak ada kecurigaan.

“Jadi alasan kamu lari pagi ke taman itu cuman buat nemuin dia?” tanya ayahnya yang baru selesai mandi.

“Iya, aku takut dia ngelakuin hal aneh,” jelas Abimanyu.

“Biarin dia tinggal di sini sampai keadaannya membaik.” Kata ayah Abimanyu.

Abimanyu hanya mengangguk dan melanjutkan sarapannya.

Genan terbangun dari mimpinya, kepalanya masih terasa sakit akibat tak makan seharian. Ia keluar dari kamar dan menuju dapur untuk mencari Abimanyu. Sesampainya di dapur Genan melihat Abimanyu dan keluarganya sedang sarapan. Genan ikut sarapan bersama bersama mereka. Selesai sarapan, Genan duduk di ruang tv.

“Nan, melamun terus itu camilannya dimakan,” ucap Abimanyu menyadarkan Genan.

“Iya,” jawab Genan singkat.

“Bi, gua ke kamar dulu ya,” izin Genan pada Abimanyu yang sibuk bermain game.

“Lah, lo kan baru bangun, lo mau tidur lagi?” tanya Abimanyu.

“Kepala gua pusing.” Ucap Ganendra tak mau memperumit.

Abimanyu datang ke kamar dengan membawa roti selai coklat dan coklat hangat.

Keadaan sunyi menyelimuti mereka, Abimanyu pun membuka obrolan.

“Gen, lo punya mimpi gak?” tanya Abimanyu.

“Punya,” jawab Genan sembari memakan roti selai coklat.

“Mimpi gua jadi seorang pelukis dan penulis. Mimpi yang paling gua dambakan tapi selalu dilenyapkan oleh ayah gua dengan alasan itu gak berguna,” cerita Genan, hatinya sedikit tersayat mengingat hal itu.

“Lo mau meraih mimpi lo?” tanya Abimanyu.

“Mau banget, itu mimpi gua dari kecil,” jawab Genan dengan antusias.

“Gua bakalan bantu lo meraih mimpi itu.” Jawab Abimanyu yakin.

Genan menatap lama Abimanyu kemudian menghampiri Abimanyu dan memeluknya.

“Makasih,” ucap Genan.

“Makasih juga udah bertahan.” Ucap balik Abimanyu seraya mengeratkan pelukannya.

***

Setelah makan malam, mereka berdua pergi ke taman. Hembusan angin malam yang tenang, membuat keadaan cocok untuk deep talk.

“Bi, kalau gua daftar perlombaan cerpen gua bakal menang ga, ya?” tanya Genan.

“Menurut gua, lo ga harus menang buat seluruh percobaan. Rajut mimpi lo sampai lo ga melihat rajutan awalnya.” Ucap Abimanyu kepada Genan.

Hari semakin malam, mereka pulang ke rumah Abimanyu untuk beristirahat. Sesampainya di rumah, Genan memutuskan untuk tidur lebih dulu.

“Gua harap setelah ini, lo bisa meraih mimpi lo dan gua tetap menjadi supprot sistem lo, Gen.” Ucap Abimanyu sebelum ia terjun ke alam mimpinya.

***

            Mentari perlahan datang, Ganendra bangun lebih dulu. Ganendra duduk di atas kursi yang menghadap jendela, ia membuka laptopnya untuk melihat pengumuman yang ia nantikan.

 Abimanyu terbangun karena ada suara bising dari kamarnya. Perlahan ia membuka mata, ia melihat Genan sedang menangis.

“GENAN LO KENAPA??” teriak Abimanyu panik melihat keadaan Genan.

“Abi, makasih,” ucap Ganendra pelan dan memeluk Abimanyu.

“Kenapa, Nan? Kasih tahu gua,” tanya Abimanyu khawatir.

“Gua menang, Bi, Gua menang.” Ucap Genan sembari menatap Abimanyu. Tangisan makin pecah tak percaya akan hal yang baru saja Ganendra alami.

Mereka mengabarkan berita ini ke keluarga Abimanyu.

“Om, tante, Genan menang lomba cerpen yang selama ini Genan incar dan tulisan Genan akan diterbitkan menjadi buku. Genan udah bisa merajut impian Genan sendiri. Makasih.” Ucap Genan dengan perasaan terharu.

Keluarga Abimanyu yang mendengar hal itu pun memeluk Genan sebagai ucapan selamat dan terima kasih telah berjuang sejauh ini.

“Terima kasih udah bertahan dari dunia yang sebelumnya tak memihakmu.” Ucap ibu Abimanyu seraya memeluk Genan.

-SELESAI-

    Kirim Komentar

    © Copyright Citraweb Digital Multisolusi All Rights Reserved. Designed and Developed by Developed by Citraweb