Karya

KEGAGALAN BUKAN AKHIR SEGALANYA

Rabu, 17 Januari 2024 / Karya

KEGAGALAN BUKAN AKHIR SEGALANYA

GEZLA TIA MANGGALI

Many of life’s failures are people who did not realize how close they were to success when they gave up – Thomas A. Edison. Banyak dari kegagalan hidup adalah orang-orang yang tidak menyadari betapa dekatnya mereka kesuksesan ketika mereka menyerah.

Sebagian dari banyak orang pasti merasakan keterpurukan yang menyebabkan trauma tersendiri. Saat itulah posisi sebuah keluarga sangat diperlukan. Memiliki sebuah keluarga yang sederhana namun abadi adalah impian banyak orang. Zea adalah seorang gadis berumur 13 tahun yang cukup beruntung. Ia memiliki keluarga yang sederhana namun abadi. Zea adalah anak tunggal dari seorang ayah psikologi dan seorang ibu penulis. Ia merupakan seorang anak tunggal. Ia begitu disayangi oleh kedua orangtuanya.

Selama bersekolah ia sangat pandai dalam bahasa Inggris. Terkadang ketika ada teman yang bertanya kepadanya, ia selalu mampu untuk bantu menjawab soal tersebut.

Rani adalah sahabat Zea satu-satunya. Apapun yang terjadi diantara mereka harus saling bercerita. Zea menjadi satu-satunya rumah bagi Rani karena kedua orangtuanya sudah bercerai lama. Ia merasa sangat beruntung memiliki sahabat seperti dirinya. Kedua orangtua Zea sangat menyayangi Rani seperti anaknya sendiri.

Suatu hari, wali kelas membagikan sebuah surat untuk diberikan kepada orangtua murid yang merupakan pemberitahuan bahwa ujian sudah hampir tiba. Orangtua Zea memberitahu pengumuman tersebut kepadanya. Zea kini belajar dengan sungguh-sungguh untuk menghadapi ujian yang tak lama lagi akan tiba. Ibunya selalu membawakan secangkir susu dan sepiring biskuit sebagai teman belajarnya. Ayahnya pula selalu memberikan dukungan untuk anaknya.

Hingga hari ujiaan tiba, ia mengerjakan soal-soal yang diberikan dengan hati-hati dan tak lupa pula berdoa. Seperti biasa ia mampu menjawab soal soal bahasa Inggris yang bahkan teman-temannya tak mengerti. Tetapi kemahirannya dalam berbahasa Inggris, tak mampu menjawab beberapa soal hitung menghitung.

Zea terkejut melihat nilai yang diberikan wali kelas. Nilai matematikanya tidak sesuai harapan. Usaha yang begitu keras masih dianggap kurang. Ia begitu frustasi melihat hasil yang ia peroleh. Meskipun nilai bahasa Inggris dan beberapa mata pelajaran lain bagus, namun ia selalu merasa kurang puas dengan nilai mata pelajaran matematika.

Zea berkata kepada ibu dan ayahnya, “Yah, bu. Maaf aku belum bisa buat kalian bangga.” Sang ibu mendekap dan berkata, “Tak apa nak, kegagalan adalah kunci kesuksesan. Selagi masih ada waktu, kamu bisa memperbaikinya.”

Dalam 3 hari ini ia tak keluar kamar. Orangtuanya khawatir Zea mengalami depresi atau sebagainya. Mereka yang sedih melihat Zea selalu murung berusaha untuk menghibur. Bebagai macam cara mereka coba, namun hasilnya nihil. Satu ide yang mungkin mampu membuat Zea bahagia muncul dikepala mereka.

Suara ketukan terdengar dibalik pintu. Orangtua Zea berusaha untuk memanggilnya keluar kamar. Setelah berbagai cara mereka keluarkan untuk memancing Zea keluar akhirnya ia membukakan pintu. Ibunya menarik tangannya dan meminta untuk segera bersiap.

Ibu menarik tangan Zea dan berujar,  “Ayo kamu mandi dulu, kita akan segera pergi berlibur.” Zea melepas genggaman tangan sang ibu dan berkata, “Berlibur? Sepertinya aku jaga rumah aja deh Bu.”

“Libur-libur gini enaknya itu kamping di bukit. Ayo ikut, pasti seru.” Sang ibu mencoba beberapa cara untuk memikat Zea.

“Aku masih mau sendiri, Bu.” Zea menjawab dengan senyumnya yang terpaksa.

Ibu dengan sabar mencoba meyakinkan nya kembali, “Yang kemarin tidak usah dipikirkan, ayo nikmati hari libur kita.” Zea pun mengangguk dan segera pergi bersiap.

 Mereka menyiapkan beberapa peralatan dan perlengkapan yang akan dibawa. Dalam perjalanan Zea masih terlihat murung dekat jendela. Pemandangan sekitar terlihat gunung-gunung menjulang tinggi. Sekumpulan awan putih yang indah menyelimuti puncak gunung. Persawahan yang menghijau dan pohon-pohon yang teduh. Pemangan tersebut mampu memikat perhatian Zea. Ia meminta kepada sang ayah untuk berhenti sejenak menikmati pemandangan disekitar.

Hari berganti petang, matahari berganti warna merah oranye begitu indah untuk dipandang. Suasana villa dan pedesaan yang tenang hanya terdengar suara jangkrik dan hembusan angin membuat Zea merasa lebih baik. Sang ibu mendatangi Zea dan berkata, “Nak, pergilah mandi. Setelah ini kita akan makan bersama.” Ucap wanita paruh baya yang mengenakan piyama berwarna biru. “Baik bu, aku akan mandi sebentar lagi,” Jawab Zea.

Kini yang terdengar ditelinga Zea ialah suara bising air keran. Ia mengguyurkan badannya dengan segayung air secara bertahap. Menggosokkan sabun, dan menyikat giginya. Selesainya mandi, ia bergegas menuju tempat untuk barbekyu. Ternyata orangtuanya sudah menyiapkan begitu banyak daging untuk mereka makan.

Bintang-bintang berkelip menemani mereka menghabiskan waktu bersama. Bulan dan bintang serta langit malam yang sendu menjadi saksi betapa beruntungnya seorang Zea. Ia begitu bahagia dan bersyukur memiliki orangtua seperti mereka berdua. Dengan segenap hatinya, ia pergi memeluk kedua orangtuanya.

2 bulan setelah berakhir. Ayah Zea membawakan sebuah informasi yang membuat penasaran zea dan ibu.

“Hei, ayah punya sesuatu nih.” Ayah Zea menyembunyikan sesuatu dibalik badannya dengan kesan ingin memberi kejutan. “Apa itu, yah? Jangan buat kami penasaran dong.”

Ayah Zea pun menunjukkan selebaran poster yang berisikan informasi kompetisi olimpiade bahasa inggris tingkat kota. Sang ayah berharap putrinya mau mengikuti olimpiade tersebut. Namun kelihatannya Zea masih ragu, ia hanya terdiam dan melihat poster tersebut. Ibunya membantu meyakinkan Zea untuk mengikuti kompetisi olimpiade bahasa Inggris tersebut. “Ayo coba ikut, siapa tau kamu dapet juara.” Ajakan ibunya sambil memegang kedua pundak putrinya.

Dengan kepercayaan diri, ia mencoba untuk mengikuti kompetisi tersebut. Semangat belajarnya kini mulai membara. Ia begitu gigih belajar materi-materi olimpiade tersebut. Ayah dan ibunya sangat mendukung Zea, membantunya belajar, menyediakan guru les untuknya. Tak lupa, mereka selalu menemaninya beristirahat dan bersantai.

Waktu perlombaan pun tiba. Suara teriakan penonton dan tepuk tangan menyeruak memenuhi satu ruangan. Beberapa kontestan sudah menduduki tempat mereka masing-masing. Dukungan dari ribuan orang membuat jantung Zea berdegup begitu kencang. Dengan helaan nafas ia berusaha untuk tetap tenang.

Suasana kini semakin mendebarkan. Zea telah memasuki babak final. Kini lawannnya hanya tersisa 3 orang terbaik, dan point mereka hanya berbeda 2 sampai 3 poin saja. Soal yang diberikan hanya tersisa 5 pertanyaan. Zea harus menjawab minimal 3 soal untuk mendapatkan juara 1. Akan tetapi, Zea hanya mampu menjawab 2 soal tersisa. Sehingga ia harus menerima kenyataan bahwa dirinya hanya juara 2. Tetapi dengan adanya juara 2 tersebut, ia merasa bangga bahwa ternyata dirinya memiliki potensi dibeberapa bidang, seperti dalam bahasa Inggris. Kedua orangtuanya juga merasa bangga terhadap Zea, akhirnya perjalanan mereka tak sia-sia.

    Kirim Komentar

    © Copyright Citraweb Digital Multisolusi All Rights Reserved. Designed and Developed by Developed by Citraweb